"Pressure itu pasti banyak, apalagi makin ke atas, makin banyak pressure. Kalau pergi (bertanding) pasti targetnya juara," kata Marcus seperti dilansir SportFEAT.com dari Badminton Indonesia.
"Kalau sampai final saja dibilang gagal. Pasti ada pressure, tapi karena memang ini hobby dan pekerjaan kami ya dinikmati saja," kata Marcus lagi.
Salah satu cermin adanya tekanan tinggi yang dirasakan Marcus/Kevin belum lama ini tergambar jelas pada final All England 2020.
Baca Juga: Sempat Diragukan, Pelatih Asal Indonesia Ini Mulai Dapatkan Kepercayaan Skuad Tunggal Putri Malaysia
Ya, pada final itu mereka berhadapan dengan lawan bebuyutan asal Jepang, Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe.
Nyaris memetik kemenangan, Marcus/Kevin yang sempat unggul lebih dulu pada gim penentuan harus mengakui keunggulan lawan dengan skor akhir 18-21, 21-12, 19-21. Ini jadi kekalahan keenam secara beruntun yang diterima Marcus/Kevin dari Endo/Watanabe.
"Ekspektasi orang kan tinggi, apalagi di pertandingan penting. Kalau kalah pasti sedih, yang dilakukan ya harus latihan lebih keras lagi," ujar Kevin.
"Kami nggak mau mikir beban, kalau sudah main, fokus di permainannya saja. Kecuali sebelum main, memang (merasa) tekanan itu ada," imbuh pemain asal Banyuwangi itu.
Tekanan yang dirasakan Marcus/Kevin sebenarya tak hanya datang dari publik. Dari dalam diri serta tuntutan sponsor yang mengikat mereka juga ikut bisa saja ikut andil dalam memengaruhi performa mereka.
Baca Juga: Obat Penangkal COVID-19 Pernah Bikin Lee Chong Wei Tersandung Skandal Doping
"Kami juga diberi target (dari Yonx -red) gelar juara dunia tahun lalu dan tahun ini harusnya diberi target dapat medali apapun di olimpiade. Tapi karena tahun lalu tidak dapat gelar juara dunia, maka target di olimpiade dinaikkan jadi harus medali emas," jelas Kevin.
Marcus sendiri mengakui bahwa ia sering bertukar pikiran dengan Kevin, utamanya ketika baru saja menelan kekalahan dalam satu pertandingan.