Mereka menyadari ada dua kelengahan dari sisi lawan yang sukses menjadi peluang dan akhirnya berhasil membuat mereka tampil lebih dominan.
Matsumoto/Nagahara dinilai belum kembali familiar terhadap atmosfer Istora setelah dua tahun lamanya venue tersebut absen jadi tuan rumah Indonesia Open akibat pandemi.
"Saat di lapangan, mereka kan sudah lama tidak main di Istora (sejak pandemi, red)," jelas Apriyani dikutip Sportfeat dari Bolasport.
"Terus si Wakana juga baru pulih dari cedera, itu membuat saya berpikir 'pasti mereka masih mencari-cari sesuatu (feel bertanding, red) terutama Wakana yang habis cedera," lanjut Apriyani lagi.
Dua kelengahan lawan itu terus dimaksimalkan Apriyani/Fadia sepanjang laga.
Serangan mereka terus diarahkan pada Wakana Nagahara yang beberapa kali pengembalian bolanya tidak bisa sempurna.
"Pelatih juga bilang mereka mainnya masih ga enak, apalagi si Wakana, jadi kami kasih ke dia terus," imbuhnya.
Pada gim kedua, pasangan Jepang berusaha mengubah pola permainan.
Beruntung pada gim ketiga, Apriyani/Fadia jauh lebih sabar. Selain start bagus di awal gim ketiga, rasa ego masing-masing yang tidak meledak, membuat mereka mampu menguasai jalannya laga.
"Di gim ketiga kami tidak pernah menyerah," tegas Apriyani.
"Saya dan Fadia sudah membangun komunikasi di lapangan dengan aura positif. Saat bola mati, tidak apa-apa, kami tidak saling menyalahkan."
"Karena kalau saling menyalahkan, nanti kami panik sendiri," ucap Apriyani lagi.
Mayu Matsumoto/Wakana Nagahara menjadi ganda putri top 10 keempat yang jadi korban keganasan duet Apriyani/Fadia.
Pasalnya, ganda putri yang baru dipasangkan dan debut turnamen pada bulan Mei 2022 lalu itu sebelumnya sudah sukses mengalahkan 3 pasang ganda putri top 10 dunia lainnya
Sebelumnya, Apriyani/Fadia sudah pernah mengalahkan Jongkolphan Kititharakul/Rawinda Prajongjai (Thailand/8) dan Lee So-hee/Shin Seung-chan (Korea Selatan/2) dan Pearly Tan/Muralitharan Thinaah (Malaysia/10).