Entah panitia pelaksana (panpel) yang nekat atau tidak ada koordinasi baik antara PT LIB dan PSSI, semuanya di sini menjadi rancu.
"Yang diizinkan 25 ribu tiket tapi kemudian yang dijual 45 ribu tiket. Itu secara nyata telah melanggar aturan,” ujar Akmal Marhali, Koordinator Save Our Soccer, dalam Breaking News Kompas TV, dikutip Sportfeat dari Tribunnews. Minggu (2/10/2022).
Baca Juga: MotoGP Thailand 2022 - Fabio Quartararo Diwaspadai Rider Ducati Kalau Sudah 20 Lap
Penjualan tiket yang sangat melebihi kapasitas seharusnya sudah dipikirkan matang-matang, mengingat pertemuan Arema FC dan Persebaya Surabaya selalu penuh nuansa rivalitas tinggi.
Jangan sampai hanya karena mengejar 'cuan', nyawa harus rela dikorbankan.
Hal kedua, soal gas air mata yang sangat terpampang nyata melanggar aturan FIFA.
Penembakan gas air mata di dalam stadion sudah menunjukkan bahwa tidak ada koordinasi yang bagus antara Polda Jawa Timur dengan PSSI. Aturan FIFA jelas mengatur bahwa gas air mata dilarang dibawa apalagi ditembakkan di stadion.
"Aturan FIFA itu di pasal 19 b disebutkan bahwa senjata dan gas air mata tidak boleh masuk ke dalam lapangan sepakbola untuk pengamanan pertandingan,” kata Akmal.
"Artinya ada pelanggaran di sini, tidak ada SOP yang diberikan antara PSSI saat kerjasama dengan polisi bahwa gas air mata itu berdasarkan aturan FIFA tidak boleh masuk ke dalam lapangan sepak bola,” ujarnya.
Selanjutnya, suporter yang belum bisa mengontrol emosi ketika tim kesayangan kalah. Entah siapa pemicunya, namun beberapa menit setelah Arema FC kalah, oknum aremania mulai ada yang turun ke lapangan dan memulai kericuhan.
Di satu sisi polisi, TNI dan aparat keamanan yang diturunkan sebanyak lebih dari 2.000 personil, kewalahan menghadapi situasi mencekam di Kanjuruhan.
Demi menguak tuntas insiden ini, PSSI, kepolisian dan saksi dari aremania yang harus saling bekerja sama untuk mengungkap siapa dalang kericuhan tragedi kelam tersebut.