Baca Juga: Pewaris Casey Stoner Ternyata Sudah Ramal Kemenangan Miguel Oliveira di Buriram
Induk sepak bola dunia itu dengan jelas melarang penggunaan gas air mata di dalam stadion.
Dalam statuta FIFA pasal 19 soal Stadium Safety and Security Regulations dijelaskan ada pelaranganterkait penggunaan senjata dan gas air mata untuk mengendalikan kerumuman.
"Dilarang membawa atau menggunakan senjata api atau gas pengontrol kerumunan," bunyi aturan FIFA.
Yang mengejutkan keputusan pihak keamanan melepaskan gas air mata ini berbuntut panjang.
Tercatat lebih dari 120 nyawa melayang karena kehabisan napas di dalam stadion karena terinjak akibat minimnya akses keluar.
Baca Juga: Disinyalir Bantu Francesco Bagnaia, Johann Zarco Kena Semprot Rekan Setim Sendiri
Pelatih Arema FC Javier Roca secara khusus menceritakan kronologi kericuhan di Stadion Kanjuruhan kepada seorang penyiar asal Spanyol, Cadena Ser.
Arsitek kelahiran Cile itu menyebut bahwa ia turut menjadi saksi kematian empat penonton di Kanjuruhan.
Insiden itu juga membuat pikiran Roca terganggu karena memiliki tanggung jawab berat.
"Yang paling parah adalah ketika korban datang untuk berobat dengan tim dokter," kata Roca, dikutip dari Berita Harian.
"20 orang tiba dan empat meninggal. Suporter mati di tangan pemain.
"Pikiranku sangat terganggu. Saya merasakan beban yang berat, ini tanggung jawab yang berat."
Lebih jauh, pria 45 tahun itu mengaku bahwa para pemainnya sempat menyelematkan korban kerusuhan Kanjuruhan.
"Setelah pertandingan, saya pergi ke ruang ganti dan beberapa pemain tetap berada di lapangan," tutur Roca.
"Setelah konferensi pers, saya melihat tragedi itu. Pemain lewat di depan saya memegang korban.
"Keputusan itu berdampak dan menyebabkan hal itu terjadi di akhir. Jika kami seri, itu tidak akan terjadi."
Baca Juga: Fabio Quartararo Alami Insiden Terburuk Sepanjang Karier saat Ngaspal di MotoGP Thailand 2022