SportFEAT.COM - Tragedi Burnden Park adalah salah satu tragedi paling kelam dalam sejarah persepakbolaan Inggris yang terlupakan.
Tragedi Burnden Park menjadi salah satu bencana dalam olah raga Inggris sebelum tahun 1980-an dimana dalam peristiwa tersebut terdapat 33 orang tewas dan 400 orang terluka.
Tragedi tersebut terjadi di ajang Piala FA pada 9 Maret 1946, dimana saat itu klub Bolton Wanderers bertanding melawan Stoke City.
Peristiwa mencekam tersebut bermula dari kehadiran sekitar 85.000 pasang mata yang ingin menonton pertandingan yang hanya mampu menampung 20 ribu orang saja.
Yang menjadi daya tarik tambahan adalah pada saat itu Stoke City diperkuat pemain paling populer pada masa tersebut, Sir Stanley Matthews.
Namun kala itu, kandang Bolton Wanderers masih dalam tahap perbaikan di beberapa sudut pasca terjadinya Perang Dunia II.
Akibatnya, petugas keamanan pun tak kuasa mengantisipasi membludaknya penonton yang datang ke stadion.
Saat itu, tiket telah ludes terjual. Namun, di luar stadion masih banyak orang berkerumun.
Baca Juga: Korea Open 2019 - Nyaris Kalah, Praveen/Melati Amankan Slot di Putaran 16 Besar
Mereka inilah yang kemudian memaksa masuk stadion, baik melewati gerbang resmi maupun memanjat pagar penonton.
Naas, bagi mereka yang memasuki stadion melalui gerbang. Sebab, di dalam stadion sudah dipenuhi penonton yang hadir.
Akibatnya, terjadi desak-desakan yang akhirnya memunculkan korban meninggal maupun luka.
Phyllis Robb, salah satu saksi mata kejadian itu, pada 2016, pernah membuat kesaksian di depan BBC Sport. Saat itu dia datang ke stadion bersama sang ayah.
“Yang saya ingat saat itu pagar pembatas rusak sehingga para penonton mulai tidak terkendali. Saya mencemaskan ayah saya karena saat itu kami terpisah," ujar Robb.
"Posisi saya aman, sedangkan ayah masih terjebak,” kata Robb menambahkan.
Baca Juga: Korea Open 2019 - Rinov/Pitha Lolos Babak Ke-2 Usai Lewati Laga Alot Atas Wakil Tuan Rumah
Tragedi tersebut tentu menjadi sebuah tamparan keras bagi sejarah pesepakbolaan di tanah Britania Raya, khususnya FA sebagai federasi resmi.
Terlebih, peristiwa tersebut adalah kompetisi pertama yang digulirkan pasca-terjadinya Perang Dunia II yang baru berakhir pada tahun 1945.
Baca Juga: Korea Open 2019 - Lyanny Mainaky Langsung Tumbang di Babak Kualifikasi
“Jika itu terjadi hari ini, maka pertandingan akan ditunda. Sayangnya itu terjadi di masa lalu ketika regulasi belum seketat hari ini," ujar Simon Marland, pakar sejarah sepak bola Inggris.
Marland juga menambahkan tragedi tersebut bisa terjadi karena kurangnya komunikasi di waktu itu.
"Selain itu, tragedi bisa terjadi karena 80% orang di stadion tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Mereka tetap memaksa masuk, meski di dalam sudah penuh," tambahnya.
Kendati tragedi Burnden Park sudah terjadi 74 tahun silam, banyak orang yang masih dibayangi peristiwa kelam tersebut.
Bahkan, hal tersebut disampaikan secara langsung oleh pendeta klub, Phil Mason, yang menyatakan betapa pentingnya mereka memperingati tragedi dengan cara yang signifikan.
"Bencana Burnden Park sering dipandang sebagai bencana yang terlupakan di dunia sepak bola," ujarnya.
Baca Juga: Persebaya vs Bali United - Menanti Aksi Kwartet Da-Di-Du-Ar Bajul Ijo
Sejarah mencatat, tragedi di kandang Bolton merupakan satu dari sejumlah bencana di sepak bola Britania Raya.
Sebelumnya ada Tragedi Ibrox Park pada 1902 saat 26 fans meninggal akibat tribune yang runtuh.
Lalu, pada 1971, kandang Glasgow Rangers itu kembali memakan korban meninggal 66 orang setelah suporter berdesakan keluar stadion.
Baca Juga: Liga 1 2019 - Arema FC Punya Masalah Baru Setelah Diterpa Badai Cedera
Selain Ibrox Park, tragedi juga terjadi di Valley Parade, kandang Bradford. Pada 1985, 56 fans meninggal akibat kebakaran di tribune yang disebabkan puntung rokok.
Terakhir, tragedi paling terkenal ada di Hillsborough pada 1989 ketika 96 pendukung Liverpool meninggal pada semifinal Piala FA versus Nottingham Forest di kandang Sheffield Wednesday.
Source | : | BBC Sports |
Penulis | : | Nuranda Indrajaya |
Editor | : | Nestri Yuniardi |