SportFEAT.COM - Kepergian legenda Indonesia, Johan Wahjudi, meninggalkan warisan penting bagi dunia bulu tangkis.
Dunia bulu tangkis tengah dirundung pilu setelah salah satu legendanya, Johan Wahjudi, mengembuskan napas terakhir pada Jumat, (15/11/2019).
Johan Wahjudi meninggal dunia pada usia 66 tahun dan disemayamkan di kota kelahirannya, Malang.
Baca Juga: 3 Fakta Kemenangan Semen Padang FC - Peran Vital Flavio Beck hingga Sengitnya Papan Bawah
Persatuan Bulu Tangkis Indonesia, PBSI, langsung memberikan ucapan bela sungkawa setelah mendengar kabar kepergian Johan Wahjudi.
"Telah meninggal dunia salah satu putra terbaik, salah satu legenda, Johan Wahjudi," tulis akun Twitter resmi PBSI yang dikutip SportFEAT.com.
"Atas nama keluarga besar PBSI, kami mengucakan turut berbelasungkawa yang sedalam-dalamnya."
"Semoga almarhum mendapat tempat terbaik di sisi Tuhan YME. Amin."
Baca Juga: Target Medali Emas SEA Games 2019 - Indonesia Terpaut Jauh dari Malaysia, Thailand Main Santai?
Mendiang Johan kondang dengan raihan prestasi gemilangnya pada 1970-an.
Kala itu, ia membentuk duet ganda putra dengan pebulu tangkis kelahiran Cirebon, Tjun Tjun.
Trofi kejuaraan yang ia dan Tjun Tjun persembahkan buat Indonesia di antaranya adalah Kejuaraan Dunia 1977 dan enam kali memenangi All England—termasuk empat edisi beruntun mulai 1977 hingga 1980.
Namun, siapa sangka bila format duet mendiang bersama Tjun Tjun menjadi model ganda putra yang lazim dipakai hingga masa kini.
Mengutip BWF Badminton, Tjun Tjun dikenal sebagai pemain dengan karakter yang lebih garang dengan ciri khas gaya main menyerang.
Sementara mendiang Johan identik dengan gaya main kalem dengan penuh konsistensi.
Kendati punya tipe main yang berbeda, mereka tidak canggung melakukan rotasi posisi.
Duet Johan/Tjun Tjun terbentuk ketika mereka sama-sama mendapatkan panggilan pelatnas (pelatihan nasional) pada 1972.
Mereka kala itu dipersiapkan untuk menjalani turnamen uji coba di Jakarta.
Setahun berselang, keduanya langsung dijajal untuk terjun pada All England 1973.
Kesempatan pertama Johan/Tjun Tjun di ajang All England terhenti pada babak final setelah takluk dari sang kompatriot, Ade Chandra/Christian Hadinata, dengan skor 15-1, 15-7.
Baca Juga: Target Medali Emas SEA Games 2019 - Indonesia Terpaut Jauh dari Malaysia, Thailand Main Santai?
Akan tetapi, mulai 1974 hingga 1980, tak ada yang bisa mengalahkan mereka di ajang All England.
Kecuali pada 1976, ketika ganda putra Swedia, Bengt Froman/Thomas Kihlstrom mengalahkan mereka di final.
Christian Hadinata pun mengakui bahwa pendekatan gaya main yang dibawa Johan/Tjun Tjun selangkah lebih maju ketimbang para pebulu tangkis ganda putra waktu itu.
"Johan/Tjun Tjun adalah purwarupa dari ganda putra masa kini," kata Christian Hadinata, dikutip SportFEAT.com dari laman resmi BWF.
"Rotasi yang mereka lakukan sangat baik. Ganda putra masa kini bermain seperti mereka," tutur pria kelahiran Kebumen ini menyambung.
Christian juga mengatakan, kala itu, ia sering bermain di depan, sedangkan Ade Chandra mengisi posisi belakang.
Menurutnya, cara main yang demikian merupakan pendekatan ganda putra yang konvensional alias kuno.
"Johan dan Tjun Tjun adalah pemain ganda putra pertama yang bermain dengan rotasi secara efektif. Mereka memenangi enam gelar juara dunia All England dengan pendekatan main seperti itu," ucap Christian Hadinata.
Selain di All England, Johan/Tjun Tjun sukses mengharumkan nama Indonesia pada Piala Thomas edisi 1976 dan 1979.
Duet keduanya tuntas setelah All England 1981, lantaran Tjun Tjun mengalami cedera punggung berkepanjangan.
Adapun berkat kontribusinya di bulu tangkis, nama mereka berdua diabadikan dalam BWF Hall of Fame pada 2009.
Source | : | BWF Badminton |
Penulis | : | Ahmad Tsalis |
Editor | : | Ahmad Tsalis |