"Fenomena transfer atlet di event-event seperti Porda dan PON bisa merusak mental atlet," ujar Yayuk Basuki dikutip SportFEAT.com dari Antara News.
"Atlet Porda bisa dikontrak Rp300 juta, sedangkan untuk PON bisa Rp1,5-2 Miliar. Ini harus diatur," ujarnya melanjutkan.
Perempuan 49 tahun ini pun khawatir jika esensi gelaran PON bakal berubah lantaran makin maraknya fenomena transfer atlet.
Bila terus dibiarkan, Yayuk khawatir PON bukan lagi menjadi ajang untuk mengukir prestasi melainkan semata untuk mencari uang.
Maka dari itu, Yayuk Basuki berharap agar KONI wajib mengawal revisi Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN).
"KONI harus mengawal revisi Undang-Undang. Perpindahan atlet ini harus mulai diatur," tuturnya menjelaskan.
Baca Juga: Ukir Sejarah Baru, Kento Momota Jadi Tunggal Putra Tersukses usai Menangi BWF World Tour Finals 2019
Kekhawatiran yang sama juga diungkapkan oleh Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PB PRSI, Wisnu Wardhana.
Wisnu bahkan menyebut pertandingan level nasional, seperti Porda dan PON, justru berpotensi menghambat pembinaan atlet di Pelatnas kala sedang melakukan pemusatan latihan.
Hambatan yang dimaksud Wisnu Wardhana terjadi jika atlet lebih memilih turun ke pertandingan lokal karena mendapat bayaran lebih tinggi.
"Pertandingan lokal bisa menjadi kendala untuk pembinaan di level nasional," tutur Wisnu.
"Dalam persiapan SEA Games pun kami masih terkendala oleh atlet yang lebih memilih tampil di Porda karena bayarannya lebih banyak dan menangnya lebih mudah," ujarnya menjelaskan.
Maka dari itu, Wisnu Wardhana turut mendukung agar pemerintah segera membuat kebijakan yang mengatur transfer atlet.
Source | : | antaranews.com |
Penulis | : | Doddy Wiratama |
Editor | : | Doddy Wiratama |