Statistik itu membuat performa Fabio Quartararo menukik cukup tajam di paruh kedua musim ini.
Fenomena semacam ini pernah dialami Quartararo di tahun 2020, ketika memimpin di awal musim lalu menurun di paruh kedua dan batal juara dunia.
Performa menurunnya Quartararo yang bahkan makin kelihatan sering kesulitan di sesi kualifikasi membuat Yamaha ikut disorot.
Quartararo ibaratnya sudah mati-matian memberikan cara terbaiknya untuk mengatasi berbagai kekurangan M1.
Namun lama-kelamaan, pembalap 23 tahun itu mulai kewalahan menghadapi persaingan ketat dari tim rival, apalagi sekelas Ducati yang begitu digdaya dengan 8 motor musim ini.
"Setiap saya sudah sangat dekat dengan Marini, saya tetap saja sulit menyalipnya," kata Fabio Quartararo yang finis kelima, di belakang Luca Marini.
"Saya tidak khawatir tapi juga bukan berarti tenang-tenang saja. Saya finis kelima dengan gap waktu 5 detik dari sang juara (Pecco Bagnaia), ini bukan hal yang bagus."
"Saya memang lebih konsisten dari Pecco tapi kecepatan saya lebih lambat dari dia," kata Quartararo.
Yamaha masih belum angkat bicara perihal menukiknya performa Quartararo di atas M1 mereka. Belum ada langkah nyata dari pabrikan Iwata itu untuk mengatasi kedigdayaan Si Merah Borgo Panigale.
Quartararo sudah gamblang mengakui bahwa dengan motor Yamaha sekarang, ia tidak bisa menghentikan laju kemenangan Bagnaia.
Namun kini Quartararo berharap pada seri-seri lama yang kembali bergulir musim ini, yakni MotoGP Jepang, Thailand hingga Australia.
Sudah cukup lama para pembalap tidak merasakan balapan di tiga negara itu. Jadi, Quartararo berharap ia bisa membuat kejutan di sana.
"Nanti di Aragon pasti akan sangat sulit," aku Quartararo.
"Tapi masih ada Jepang, Thailand dan lainnya. Kami semua sudah lama tidak ke sana. Saya berharap kami bisa buat kejutan," ucap Fabio Quartararo.
Source | : | Paddock GP |
Penulis | : | Nestri Y |
Editor | : | Nestri Y |