SportFEAT.com - Agresivitas Enea Bastianini di lap terakhir MotoGP San Marino 2022 yang berusaha menyalip Francesco Bagnaia ternyata justru sangat dibenci bos Ducati.
Balapan MotoGP San Marino 2022 memanjakan mata para penggemar MotoGP lewat ketegangan di lap-lap terakhir yang terjadi antara para rider Ducati.
Terutama antara Francesco Bagnaia (Ducati Lenovo) dan Enea Bastianini (Gresini Ducati).
Francesco Bagnaia yang dominan sepanjang balapan, nyaris saja disalip oleh Enea Bastianini di akhir sesi balapan yang bergulir di Sirkuit Misano, Italia itu.
Pertunjukan Enea Bastianini yang mampu semakin tampil gacor di akhir sesi balapan dan nyaris membatalkan gelar juara Bagnaia, menjadi sajian pertunjukan yang sangat seru.
Bagaimana cara Bastianini menghemat ban, bagaimana ia mampu nyaris merepotkan Bagnaia, menjadi hal-hal menarik dari sosok pembalap 24 tahun itu.
Namun demikian, faktanya apa yang disuguhkan Bastianini sebagai pembalap profesional itu, justru dibenci di mata para petinggi Ducati.
CEO Ducati, Claudio Domenicalli, dengan gamblang menyatakan bahwa ia tidak suka cara Bastianini yang terlalu mengambil risiko tinggi di lap terakhir itu.
"Seharusnya dia tidak melakukan itu," ungkap Domenicalli dikutip Sportfeat dari Moto.it.
"Kami sudah bicara kepada semua pembalap kami (di Ducati) bahwa mereka tidak boleh terlalu agresif antara satu dengan yang lainnya," tegasnya.
"Tapi Enea justru melakukannya. Di lap terakhir, dia seharusnya bisa memisahkan diri, tapi malah mengambil risiko tinggi, kami sama sekali tidak suka itu," ucap Domenicalli.
Ucapan Domenicalli itu seakan makin mempertegas bagaimana Ducati sangat menganakemaskan Francesco Bagnaia.
Dari hitung-hitungan klasemen MotoGP 2022, Bagnaia memang jadi yang paling berpeluang untuk merebut takhta Fabio Quartararo di puncak.
Meski begitu, pria asal Italia itu menegaskan bahwa semua itu demi kebaikan bersama terutama untuk Ducati.
"Saya tahu agresivitas semacam itu memang naluri dari seorang pembalap, tapi perlu diingat bahwa ada 150 orang yang bekerja di belakangnya (para kru, manajer, dan petinggi)," kata Domenicalli.
"Ada nama perusahaan yang dibawa, dia harus bekerja untuk tim. Kalau tidak, kami akan terus-terusan diejek karena gagal memenangkan gelar juara pembalap lagi."
"Boleh saja agresif tapi jangan sampai lakukan hal yang bodoh," ucapnya.
Rasa haus akan kemenangan terutama soal gelar juara dunia pembalap memang terus menghantui Ducati.
Tim pabrikan Italia itu mati-matian berupaya menjaga aset pembalap mereka yang berpotensi untuk mengakhiri paceklik gelar sejak terakhir kali meraihnya di tahun 2007 lewat Casey Stoner.
Ducati pernah hampir memenangkan gelar juara dunia pembalap beberapa tahun lalu, lewat Andrea Dovizioso, namun gagal setelah 'hanya' mentok jadi runner-up di tahun 2017, 2018 dan 2019.
Source | : | SportFEAT.com |
Penulis | : | Nestri Y |
Editor | : | Nestri Y |