SportFEAT.com - Tragedi di Stadion Kanjuruhan setelah laga Liga 1 antara Arema FC vs Persebaya Surabaya terus mendatangkan tanda tanya besar. Siapa yang bersalah atas insiden pilu ini?
Sepak bola Indonesia kembali dirundung duka sekaligus sejarah kelam. Lagi dan lagi persoalannya tidak lepas dari suporter anarkis usai tim kesayangan mereka kalah.
Laga Liga 1 antara Arema FC vs Persebaya Surabaya yang berlangsung pada Sabtu (1/10/2022), memang berakhir pahit untuk aremania dengan kekalahan Arema FC 2-3 dari Persebaya.
Sayangnya, pertandingan yang bertepatan dengan hari Kesaktian Pancasila itu justru harus ditutup dengan tragedi yang mungkin tak akan terlupakan sepanjang sejarah sepak bola Tanah Air.
Baca Juga: Valentino Rossi Tahu Musuh Tersulit Muridnya Adalah Fabio Quartararo
Setidaknya, sudah ada laporan 127 orang meninggal akibat insiden kericuhan tersebut. 34 orang meninggal di tempat kejadian, sedangkan lainnya menyusul saat dilarikan di rumah sakit.
Bukan hanya dari kalangan sipil, ada laporan dua di antara yang meninggal adalah dari polisi.
PSSI telah membentuk tim investigasi guna segera mencari siapa, apa dan bagaimana dalang, kronologis sekaligus penyebab pasti insiden tersebut bisa memakan korban jiwa sebanyak itu.
Suporter anarkis, tembakan gas air mata, penjualan tiket yang melebihi kapasitas stadion Kanjuruhan hingga jam kick-off terlalu malam untuk duel derbi Jawa Timur itu kini menjadi sorotan. Yang manakah yang menjadi pemicu atau yang berpotensi memperparah kejadian seperti ini?
Pada faktanya, penjualan tiket hingga 42.000 tiket di Stadion Kanjuruhan sejatinya sudah melebihi kapasitas stadion tersebut, yang normalnya hanya mampu menampung 25.000 orang.
Entah panitia pelaksana (panpel) yang nekat atau tidak ada koordinasi baik antara PT LIB dan PSSI, semuanya di sini menjadi rancu.
"Yang diizinkan 25 ribu tiket tapi kemudian yang dijual 45 ribu tiket. Itu secara nyata telah melanggar aturan,” ujar Akmal Marhali, Koordinator Save Our Soccer, dalam Breaking News Kompas TV, dikutip Sportfeat dari Tribunnews. Minggu (2/10/2022).
Baca Juga: MotoGP Thailand 2022 - Fabio Quartararo Diwaspadai Rider Ducati Kalau Sudah 20 Lap
Penjualan tiket yang sangat melebihi kapasitas seharusnya sudah dipikirkan matang-matang, mengingat pertemuan Arema FC dan Persebaya Surabaya selalu penuh nuansa rivalitas tinggi.
Jangan sampai hanya karena mengejar 'cuan', nyawa harus rela dikorbankan.
Hal kedua, soal gas air mata yang sangat terpampang nyata melanggar aturan FIFA.
Penembakan gas air mata di dalam stadion sudah menunjukkan bahwa tidak ada koordinasi yang bagus antara Polda Jawa Timur dengan PSSI. Aturan FIFA jelas mengatur bahwa gas air mata dilarang dibawa apalagi ditembakkan di stadion.
"Aturan FIFA itu di pasal 19 b disebutkan bahwa senjata dan gas air mata tidak boleh masuk ke dalam lapangan sepakbola untuk pengamanan pertandingan,” kata Akmal.
"Artinya ada pelanggaran di sini, tidak ada SOP yang diberikan antara PSSI saat kerjasama dengan polisi bahwa gas air mata itu berdasarkan aturan FIFA tidak boleh masuk ke dalam lapangan sepak bola,” ujarnya.
Selanjutnya, suporter yang belum bisa mengontrol emosi ketika tim kesayangan kalah. Entah siapa pemicunya, namun beberapa menit setelah Arema FC kalah, oknum aremania mulai ada yang turun ke lapangan dan memulai kericuhan.
Di satu sisi polisi, TNI dan aparat keamanan yang diturunkan sebanyak lebih dari 2.000 personil, kewalahan menghadapi situasi mencekam di Kanjuruhan.
Demi menguak tuntas insiden ini, PSSI, kepolisian dan saksi dari aremania yang harus saling bekerja sama untuk mengungkap siapa dalang kericuhan tragedi kelam tersebut.