Di Malaysia, sensor unit untuk memantau tekanan ban pertama kali digunakan.
Peraturan soal tekanan ban sebenarnya menuai pro dan kontra yang datang dari pembalap.
Pasalnya dengan tekanan yang lebih rendah, sebenarnya akan lebih banyak grip atau cengkraman ban terhadap lintasan.
Namun, jika tekanan lebih dari 2,2 bar, beberapa pembalap memiliki risiko untuk jatuh usai motor akan sedikit kehilangan grip.
Bagi Marco Bezzecchi, perbedaan 0,02 bar bisa saja mengancam keselamatan bagi para pembalap.
Baca Juga: Membahas Soal Misteri Top Speed Yamaha di Sepang, Kenapa Bisa Gitu?
"Sangat berbahaya bagi saya untuk mengemudi dengan tekanan udara yang tinggi," kata Bezzecchi dikutip Sportfeat dari Speedweek.
"Garis antara tinggi dan terlalu tinggi sangat tipis. 0,02 bar sudah dapat menyebabkan masalah bagi Anda. Penting untuk memahami itu dan memilih tekanan ban yang tepat."
Marco Bezzecchi sendiri berharap peraturan soal tekanan ban tak digunakan pada MotoGP 2023 nanti.
"Saya berharap peraturan tersebut tidak resmi karena dapat membahayakan keselamatan kita," sambung salah satu murid Valentino Rossi itu.
"Harus ada keseimbangan antara apa yang diinginkan Michelin dan apa yang diinginkan pembalap."
"Jika aturan itu diresmikan, kami harus menerimanya, tapi saya harap kami bisa menemukan kesepakatan," pungkasnya.
Rencananya, pada tiga seri awal MotoGP 2023 tekanan ban seluruh pembalap akan dipantau secara real time di lintasan dengan telemetri.
Tetapi selama tiga seri awal itu, jika ada pembalap yang terpantau memiliki tekanan ban minumum tidak akan menerima sanksi.
Seusai seri keempat, para pengumudi yang menjalani separuh balapan dengan tekanan ban sesuai aturan akan mendapat sanksi.
Pada musim lalu, meski isu ini mulai hangat dibicarakan, pabrikan sepakat tidak menerima konsekuensi atau penalti atas pelanggaran tersebut.
Source | : | Speedweek.com |
Penulis | : | Matius Nico Henrikus |
Editor | : | Nestri Y |