Perlahan hasilnya mulai membaik, dibarengi dengan hasil pesaing ketatnya Francesco Bagnaia yang sering crash saat itu.
Namun memasuki paruh kedua, setelah jeda musim panas, mimpi buruk Fabio Quartararo dan Yamaha barulah benar-benar dimulai.
Francesco Bagnaia mulai bangun dari tidurnya, sedangkan Quartararo dan Yamaha makin menurun drastis.
"Saya masih berkata pada diri saya sendiri: kami hanya memiliki itu, kami harus memanfaatkannya sebaik mungkin," ucapnya berusaha menutupi kekurangan Yamaha.
"(Namun) hasil di Silverstone rumit. Memang di Austria bagus, tapi kemudian ada pukulan di telak secara psikologis, yakni di Misano."
"Di Misano saya melihat bahwa kami sangat cepat. Kami tidak memiliki masalah dengan motornya, tapi malah hasilnya kami cuma finis kelima. Itu sangat sulit diterima karena hanya finis kelima. Kami kemudian berpikir bahwa kami belum mengambil langkah maju karena persaingan telah meningkat pesat. Itu sangat membuat frustrasi," kenangnya.
Di saat sedang terpukul secara moral, situasi Yamaha dan Quartararo malah makin tidak membaik.
Bahkan ada kesalahan Quartararo di beberapa seri, yang sebelumnya jarang terjadi. Sejak itu, harapan sudah pupus baginya.
"Itu sangat sulit. Kami membuat kesalahan di Thailand. Dan di Australia, sebagai pembalap, saya membuat kesalahan," kata Quartararo yang crash dan gagal finis 14 besar.
"Kami tahu (bagaimana) sisa musim dan inilah pelajaran yang dia ambil darinya: ada banyak momen tahun ini ketika saya melihat bahwa kami tidak memiliki potensi untuk menang. Tapi saya ingin mendorong terlalu keras," katanya.
"Sekarang saya belajar banyak untuk masa depan. Kita perlu mengingatnya agar kita tidak melakukan kesalahan itu lagi," ucap pembalap Prancis itu.