"Pertama kali datang, dia langsung membuat gebrakan. Dia merebut tiga pole positions di tiga race pertamanya, dan langsung menyabet tiga gelar juara dunia!"
"Tidak ada kata lain selain menakjubkan," imbuhnya.
Tak hanya soal kualitas teknik membalapnya, Jarvis pun mengenang perubahan fisik yang dialami Lorenzo selama membalap di Yamaha.
"Dia masih sangat muda saat bergabung dengan kami. Pipinya juga masih sangat chubby. Sekarang dia telah sungguh-sungguh matang," tutur Jarvis lagi.
"Saya sangat senang untuk mengenang masa-masa saat kami bersama. Bagaimanapun juga, dia adalah pembalap yang terakhir kali memberi kami gelar," pungkasnya.
Baca Juga: Oleh Kepala Krunya, Maverick Vinales Disarankan Pindah ke Honda. Mengapa?
Senada dengan Jarvis, Brivio pun mengungkapkan kekaguman senada atas performa Lorenzo yang ciamik sepanjang kariernya.
"Sebenarnya saya tidak banyak bekerja dengan Lorenzo, karena saat saya ada di Yamaha, kami lebih memposisikan diri sebagai rival, bukan rekan satu tim," kata Brivio.
"Saya ingat bahwa dia mengawali kariernya dengan sangat impresif. Tidak akan ada yang lupa bagaimana dia bisa meraih tiga pole position pada tiga balapan pertamanya," pungkasnya.
Seperti diketahui, sebelum menjabat sebagai manajer Suzuki, Brivio pernah bekerja sebagai manajer tim Rossi di Yamaha hingga akhir musim 2010.
Sepanjang waktu itu, relasi Rossi dengan Lorenzo memang lebih tampak sebagai rival dibandingkan dengan rekan satu tim.
Fakta bahwa penampilan Lorenzo menyisakan kekaguman bagi Brivio tentu adalah hal yang membanggakan, apalagi saat itu Brivio tengah menangani salah satu pembalap terbaik sepanjang masa.
Source | : | Speedweek.com |
Penulis | : | Agustinus Rosario |
Editor | : | Agustinus Rosario |