SportFEAT.COM - Keberhasilan Greysia Polii/Apriyani Rahayu menjuarai Indonesia Masters 2020 melahirkan satu tanda perubahan besar dari pola bermain mereka.
Greysia Polii/Apriyani Rahayu baru saja menjadi juara ganda putri pada Indonesia Masters 2020 pekan lalu.
Keberhasilan mereka meraih titel kampiun turnamen BWF World Tour Super 500 itu tentu menjadi angin segar bagi mereka.
Terakhir kali Greysia/Apriyani naik podium tertinggi adalah pada saat mereka menjadi jawara India Open 2019, April tahun lalu.
Selain itu, gelar juara Greysia/Apriyani ini juga menjadi bukti bahwa mereka kini mampu tampil lebih baik setelah pada beberapa turnamen terakhir mereka tahun lalu, hasilnya kurang memuaskan.
Pada final Indonesia Masters 2020 lalu, Greysia/Apriyani mampu memberikan performa terbaik mereka.
Berlaga di hadapan publik sendiri, pasangan ganda putri peringkat kedelapan dunia itu tampil habis-habisan melawan Maiken Fruergaard/Sara Thygesen.
Baca Juga: Mengintip Kedekatan Greysia Polii dan Chang Ye-na, Dua Ganda Putri Andalan Masing-masing Negara
Maiken Fruergaard/Sara Thygesen sendiri bukan lawan sembarangan saat itu.
Ganda putri Denmark tersebut adalah pasangan yang sempat menjegal langkah ganda putri unggulan, khususnya para wakil dari Jepang.
Sebut saja seperti Yuki Fukushima/Sayaka Hirota dan Misaki Matsutomo/Ayaka Takahashi.
Kejutan kembali nyaris dibuat Fruergaard/Thygesen saat lebih dulu mampu mengantongi gim pertama saat melawan Greysia/Apriyani.
Akan tetapi, di sinilah mental baja dari Greysia/Apriyani teruji.
Mereka mampu bangkit dan akhirnya sukses memenangi laga fenomenal tersebut dengan skor akhir 18-21, 21-11, 23-21.
Satu hal yang menjadi sorotan pada laga tersebut adalah berubahnya pola bermain Greysia/Apriyani.
Jika sebelumnya mereka cukup kerap melancarkan lob serang, pada pertandingan melawan Fruergaard/Thygesen itu Greysia/Apriyani lebih banyak menurunkan bola dan mempercepat tempo permainan.
Perubahan inilah yang tertangkap radar oleh pelatih ganda putri Indonesia, Eng Hian.
Menurut Eng Hian, ada satu perubahan besar yang berhasil ditunjukkan Greysia/Apriyani sepanjang mengikuti dua turnamen di awal tahun 2020 ini.
Perubahan tersebut adalah kemampuan Greysia/Apriyani untuk memangkas reli-reli panjang yang lekat dengan ciri khas permainan ganda putri pada umumnya.
"Dari beberapa turnamen kemarin, Greysia/Apriyani ini masih belum bisa menerapkan pola main yang seperti saya instruksikan. Masih ada keraguan, saya kuat nggak main begitu? Saya bilang kalian harusnya bisa menyelesaikan secepat mungkin, kalau bisa lima sampai sepuluh pukulan, jangan jadi 10 pukulan," terang Eng Hian dikutip SportFEAT.com dari Badminton Indonesia.
"Tapi pola main begini memang butuh akurasi, speed dan power, mereka sudah mau mencoba di Guangzhou (World Tour Finals 2019), tapi karena belum biasa, jadi kedodoran, bukan fisiknya yang kedodoran, tapi fokusnya. Di Malaysia (Masters 2020), sudah bisa, tapi di akhir masih belum konsisten," ucapnya lagi.
Eng Hian juga menegaskan bahwa dalam permainan ganda putri, sebetulnya tidak ada pemain yang mau saling beradu reli panjang menghabiskan durasi dan stamina.
Namun, keterbatasan power yang tidak sama dengan ganda putra memang membuat nomor ganda putri lebih sering melaukan adu reli lebih dulu sebelum mengeksekusi pukulan serangan.
"Sebetulnya di ganda putri itu nggak ada yang mau main durasi, pemainnya juga sebenarnya nggak mau, tapi kan power dan speed-nya beda dengan laki-laki," jelas Eng Hian.
"Bagaimana bisa menyamakan dengan pola laki-laki, tapi kan keterbatasan fisik, memang kami harapkan lima pukulan selesai, 20 menit selesai, ternyata jadi 20 menit dikali empat," imbuh pelatih yang akrab disapa koh Didi itu.
Baca Juga: Isi Waktu Luang, Sprinter Andalan Indonesia Ini Lakukan Hal Terduga
Pada sisi lain, Eng Hian turut mengapresiasi keberhasilan Greysia/Apriyani dalam dua turnamen awal tahun ini.
Bukan hanya karena titel kampiun Indonesia Masters 2020 kemarin, tapi juga karena tekad besar mereka untuk bangkit dari keterpurukan sepanjang 2019 lalu.
"Kemarin di DIM, bukannya karena juara lalu saya bilang jadi bagus, enggak begitu. Tapi memang mereka lebih mau maksa, jadi tuan rumah, nggak ada capeknya, mungkin ini membantu," kata Eng Hian.
"Jadi mainnya yang bisa main lima pukulan, ya dimatikan lima pukulan, nggak ada durasi lagi, tapi itu kan efektif," ucap dia lagi.
(*)